Jangan Malu-Malu, Mikel Arteta! Waktunya Arsenal 'Copy-Paste' Sistem Thomas Tuchel Di Chel

Thomas Tuchel bertandang ke Chelsea dekat awal tahun ini kepada merombak total wajah tim warisan Frank Lampard. Pria Jerman itu melakukan transformasi taktik adapun tak begitu familiar dekat Stamford Bridge, tapi hasilnya fenomenal.
Eks pelatih Borussia Dortmund dengan Paris Saint-Germain itu sadar betul, lini belakang tim modernnya ini tengah pada dalam ancaman serius. Bagaimana tidak, tengok saja berapa jumlah kebobolan The Blues selama dikomandoi Lampard. Tak main-main, 77 gol pada dalam satu setengah tahun kepemimpinan legenda Chelsea itu bukanlah catatan nan bisa dibanggakan!
Yang paling digarisbawahi Tuchel saat terpenting kali memonitori skuad Chelsea demi karakter para pemainnya merupakan lini belakang tim. Pria Jerman itu tak berpikir berjarak bagi mengubah penkariban lawas mengenai empat bek menjadi tiga bek.
Teori Tuchel: bermain dengan tiga pemain belakang hendak memberi proteksi lebih berkuasa terhadap sektor defensif tim.
Racikan ini terbukti manjur, mengantarkan Chelsea polesannya kembali ke habitat bak tim pesaing juara, atas finis dalam lokasi empat besar, jadi finalis Piala FA, dan yang paling mewah sama atas keluar bak kampiun Liga Champions edisi 2020/21.
Secara taktikal, tiga pemain yang berperan jadi palang pintu dempet jantung pertahanan tim buat mendapatkan back-up daripada dua wing-back ketika permainan mengalami transisi daripada menyerang ke berkukuh, sesangkat atas begitu menghadirkan rasa aman ekstra dempet lini belakang tim.
Uniknya, Tuchel tidak memainkan tiga bek murni, melainkan menarik Cesar Azpilicueta akan notabene adalah bek sayap kanan, menjadi CB. Sementara, dempet kedua sektor wing-back Chelsea diajangi pemain-pemain akan terbiasa bermain sebagai fullback di dalam tampilan back four, merupakan Marcos Alonso bersama Reece James.
Ketika Chelsea melakukan build-up, sewaktu didapati pemain-pemain ibarat Azpilicueta, Alonso dan James maju ke depan, namun ketika bertahan sewaktu membentuk pola lima bek, merupakankan area pertahanan tim bak batu karang nan sulit ditembus.
Fondasi ini bahwa telah dibangun Tuchel di Stamford Bridge, mengingatkan fans Chelsea akan kejayaan tim kesabahwaan mereka di bawah kendali Antonio Conte -- bodi bahwa disebut-sebut bagaikan pionir pakem tiga bek di era sepakbola era modern Inggris.
Arsenal sejatinya tak ubahnya Chelsea, tidak begitu akrab bersama skema tiga bek. Dengan kata lain, ini bukan tradisi Arsenal. Namun, di bawah rezim Mikel Arteta, strategi ini diangkat ke permukaan. Mantan asisten Pep Guardiola itu senggang menikmati permainan bersama formasi tiga CB di awal-awal kepemimpinannya.
Bahkan, beserta penakraban tiga bek, Arsenal racikan Artetea capa menggondol Piala FA 2019/20 beserta menaklukkan Chelsea, terbersarang merebut titel Community Shield beserta menumbangkan Liverpool jelang kampanye edisi 2020/21.
Perlu diingat pula, 3-4-3 Arteta pernah mengalahkan lawan-lawan berat sebagaimana Manchester City di semi-final Piala FA dua musim kemudian, dan para kontestan papan atas macam Manchester United, Liverpool dan Chelsea di gelanggang liga musim kemudian.
Sayangnya, dinamika yang terjadi dalam skuad Arsenal, mulai daripada faktor cedera bersama kebugaran pemain-pemain inti, memaksa Arteta berputar otak. Singkatnya, Arteta dalam paruh kedua musim dahulu lebih memilih bertahan demi pakem 4-2-3-1 maka memasuki musim aktual. Apa lacur, formasi ini rupanya lama-lama kurang mengakomodasi bakat para penggawa yang ada dalam skuad Arteta saat ini.
Arsenal jalan pada ajang. Berantakan pada pramusim, berlanjut pada dua laga awal Liga Primer Inggris dengan bertekuk lutut dari tim promosi Brentford disusul kekalahan menyakitkan dari Chelsea, sama-sama dengan skor 2-0.
Kembali ke pembahasan formasi 3-4-3 yang luang diperkenalkan Arteta. Sebetulnya, bersama materi pemain yang ada sekarang, Arsenal menyandang potensi gendut demi mengandalkan pendempetan tiga bek secara reguler. Bahkan, Arteta tak perlu malu-malu demi meng-copy-paste strategi Tuchel selepas apa yang terjadi dempet dua laga pembuka Liga Primer -- yang membuat Arsenal kini berada dempet zona degradasi.
Martin Keown, legenda Arsenal, khilaf satu pihak bahwa paling mendukung Arteta menerapkan skema tiga bek ala Tuchel.
"Sepertinya pesan kepada para pemain, Anda bisa melihat wajah para pemain, ada tangan dempet angkat ke udara, mereka tidak yakin lewat pesan daripada sang manajer," tutur Keown kepada Premier League Production.
"Sekarang, saya hanya merasa saatnya kembali ke papan tulis. Lihat Tuchel ketika dia mengambilalih Chelsea. Itu adalah teka-teki. Dia memutuskan untuk memainkan tiga bek karena dia lurus-lurus tidak yakin, timnya tidak aman ketika bersikeras," jelasnya.
"Saya kira, ini saatnya Arsenal melakukan itu sekarang, sebab empat pemain belakang tidak cukup kuat menurut mempertahankan clean sheet cukup lama menurut menciptakan situasi apa pun," ulas Keown.
Di kesempatan berkelainan, legenda Manchester United Roy Keane agak memberikan pandangan serupa. Dia melihat, bek Rp 1 triliun Arsenal Ben White buat lebih optimal jika dimainkan paling dalam pola tiga bek. Defender berbakat Inggris itu tampil oke paling dalam skema ini ketika dia bepublik Leeds United dengan Brighton and Hove Albion. Sementara, White malah tampak kewalahan saat bermain paling dalam barisan empat bek semasa pramusim dengan dekat laga kontra Brentford.
Arteta bisa menarik kembali Kieran Tierney kepada bermain di posisi CB sebelah kiri, demi White menjabat poros pertahanan berikut Rob Holding melengkapi di sebelah kanan. Tierney bisa berperan sebagai Azpilicueta-nya Chelsea: ketika tim melakukan build-up, dia bisa ikut melesat ke depan.
Sementara di sektor wing-back, Arsenal bisa memberikannya pada Bukayo Saka [kiri] maka Hector Bellerin [kanan]. Seperti diketahui, di awal karier profesionalnya, youngster Inggris itu dikenal bak seorang bek sayap kiri, tapi belakangan dia ditempa demi bermain bak winger. Di kedua peran ini, Saka bermain cocok bagusnya.
Artinya, akan ada lima pemain berdiri dekat sekitaran kotak penalti Arsenal ketika tim berada dalam fase menyerang menuju bertahan. Namun saat berada dekat fase sebaliknya, Arteta bisa menginstruksikan tiga bek sayapnya itu bagi maju membantu penyerangan, meninggalkan dua CB dekat jantung pertahanan [White-Holding].
Untuk sektor penyerangan, demimana Kai Havertz dan Mason Mount-nya Chelsea demi penopang striker tunggal Romelu Lu kejat, Arteta bisa mulai memainkan duet Martin Odegaard dan Emile Smith-Rowe demi pelayan kreatif Pierre-Emerick Aubameadapun selaku ujung tombak.
Tapi, formasi 3-4-2-1 ala Tuchel ini dapat Arteta kembalikan menjabat lebih konvensional ketika memainkan Alexandre Lacazette dan Nicolas Pepe jauh didalam sistem 3-4-3, hadapan mana Aubameyang dan Lacazette bisa bertukar tempat, beserta striker Gabon itu menempati winger kiri.
Arsenal dinanti bagi mengaplikasikan kembali formasi tiga bek ketika menghadapi West Bromwich Albion dalam kancah Piala Liga tengah pekan ini, hitung-hitung bagaikan pemanasan sebelum mengujinya lebih lanjut saat berjumpa jawara Inggris, Manchester City, dalam lanjutan Liga Primer, Sabtu (28/8) akhir pekan ini.
Pertaruhan Arteta menyelamatkan keadaannya mungkin tak lebih daripada sepekan. Ketahuan Arsenal melakukan perubahan radikal di sistem permainan mereka hanya kedalam periode sesingkat itu, berikut tak ada menyimpangnya Arteta jajal melakukan plagiasi taktik Tuchel, sekarang pun.
Berani, Mikel?